Musi Rawas

Selasa, 08 Januari 2008

Musi Rawas "kehilangan" lubuk linggau

DIBANDING daerah lain di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Kabupaten Musi Rawas dari dulu memang sudah memiliki beberapa keunggulan. Salah satunya adalah tersedianya jaringan jalan serta sarana dan prasarana transportasi yang memadai dari ibu kota provinsi di Palembang ke kota kabupaten di Lubuk Linggau. Selain dilewati jalan lintas Sumatera yakni jalan negara beraspal hotmix, Musi Rawas juga punya akses jalan kereta api dan memiliki sebuah bandar udara, kendati baru sebatas lapangan terbang perintis.

Barangkali faktor ini pula yang menyebabkan tumbuh suburnya beberapa sentra bisnis dan dagang terutama di kota-kota kecamatan yang berada persis di sisi jalan negara lintas Sumatera. Bahkan beberapa kota kecamatan di Musi Rawas kini justru berubah menjadi kota baru yang dinamis. Kota Lubuk Linggau mungkin bisa menjadi salah satu contoh betapa peran transportasi ikut memacu munculnya simpul-simpul ekonomi baru di wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi dan Bengkulu ini. Kota yang berpenduduk sekitar 165.000 jiwa ini memang sangat strategis. Letak kota yang dilintasi jalan lintas Sumatera, sangat jelas memberi warna tersendiri bagi keberadaan Lubuk Linggau. Sebagai kota persimpangan (transit), geliat kota ini tampak meninggalkan kota-kota kecamatan di pedalaman Musi Rawas.

Betapa dinamisnya Lubuk Linggau, lihatlah wujud kota ini dari dekat. Meski jauh dari Palembang, ibu kota Sumsel, Lubuk Linggau kini justru tampil sebagai salah satu pusat bisnis dan perdagangan baru di "pinggir" barat Sumsel.

Selain pertokoan dan pusat perbelanjaan, di Lubuk Linggau pun kini dengan gampang bisa dinikmati layanan perbankan. Sebab, sejak dua tahun lalu usaha perbankan dengan berani melebarkan sayapnya ke sini dan membuka kantor cabang dan pusat layanan baru. Bahkan, lazimnya unit perbankan di kota besar, di Lubuk Linggau kita juga bisa gampang menemukan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Sebagai etalase dari sebuah kabupaten, nama Lubuk Linggau memang jauh lebih populer dibanding Musi Rawas sendiri. Siapa pun yang lewat jalan lintas tengah Sumatera dari Jakarta ke Padang, Medan, atau kota lain di utara Pulau Sumatera pasti akan kenal kota ini. Sebaliknya, kalau ditanya Musi Rawas mereka mungkin bingung menjawabnya.

"Padahal, Lubuk Linggau jelas ibu kota Musi Rawas. Kota itu hanya bagian kecil dari wilayah kabupaten yang luasnya mencapai 21.513 km persegi. Akan tetapi, apa pun argumen faktanya memang demikian. Orang luar Sumsel justru lebih mengenal Lubuk Linggau ketimbang Musi Rawas," ungkap seorang pejabat di kantor gubernur Sumsel yang mengaku lama bertugas di sana.

***

LALU bagaimana keberadaan Musi Rawas dan Lubuk Linggau di era otonomi daerah saat ini? Seiring bergulirnya semangat otonomi, dua nama itu tampaknya kini betul-betul harus terpisah. Persis empat bulan sejak diterapkannya otonomi daerah secara penuh, Kabupaten Musi Rawas kini terpaksa kehilangan etalase tersebut. Lubuk Linggau yang semula hanya sekadar kota administratif yang berinduk ke Musi Rawas, resmi naik kelas menjadi Kota yang memiliki otoritas dan berotonom.

Dari segi potensi, luas daerah, dan aspirasi masyarakat, pembentukan Kota Lubuk Linggau yang terlepas dari Kabupaten Musi Rawas memang sudah selayaknya. Apalagi, persiapan ke arah itu sudah dimulai sejak tahun 1977. Selain itu, Lubuk Linggau merupakan kota administratif tertua di Sumsel yang terbentuk sejak 1981.

Meski pembentukan Kota Lubuk Linggau jauh dari gegap-gempita gejolak politik di Pusat, pemerintah Kabupaten Musi Rawas dan berbagai komponen masyarakat setempat kini sudah siap menyambut kelahiran Kota Transit ini. Misalnya dengan merancang pemekaran wilayah kecamatan dari semula dua menjadi empat kecamatan. "Ditinjau dari aspek potensi dan kewilayahan, Lubuk Linggau sangat siap berdiri sendiri. Jadi, ini bukan sekadar latah untuk kepentingan sesaat," ungkap Wakil Bupati Musi Rawas, Ibnu Amin.

Konsekuensi berdirinya sebuah kota, memang menuntut keberadaan perangkat pemerintah kota. Mulai dari Wali kota, DPRD, sampai pada pelaksana di lapangan. Khusus Pendapat-an Asli Daerah (PAD), dari kalkulasi awal untuk saat ini Lubuk Linggau setidaknya bakal mendapat bagian sekitar Rp 3 milyar dari total PAD Musi Rawas yang besarnya mencapai Rp 25 milyar.

Lazimnya daerah otonom baru, Lubuk Linggau juga bakal mendapat subsidi anggaran pembangunan dari pemerintah provinsi dan eks kabupaten induk. Berapa besarnya? "Sekarang masih dihitung dan tengah dinegosiasikan baik dengan provinsi maupun pihak Kabupaten Musi Rawas. Tetapi yang jelas, subsidi ini biasanya berlangsung selama tiga tahun sampai kota ini betul-betul mandiri, mampu mengelola dan membiayai rumah tangga daerahnya sendiri," jelas seorang pejabat di kantor Wali kota Lubuk Linggau.

Bagaimanapun juga, "cerainya" Lubuk Linggau dari Musi Rawas jelas bakal berdampak kepada kabupaten tersebut. Selain kehilangan satu kota potensial yang dinamis, Musi Rawas pun bakal kehilangan sejumlah pendapatan daerah.

Lalu akankah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Musi Rawas keropos dan tergerogoti akibat kehadiran Kota Lubuk Linggau yang berdiri sendiri? "Dampaknya sudah pasti ada. Namun itu tidak akan banyak pengaruhnya terhadap APBD Musi Rawas. Sebab, kabupaten ini masih memiliki dana perimbangan yang jumlahnya sekitar Rp 270 milyar," kata seorang pejabat teras Kabupaten Musi Rawas.

Kabupaten dan kota hanyalah sebuah istilah. Karenanya, meski Musi Rawas dan Lubuk Linggau dalam kerangka otonomi sudah terpisah, tidak berarti terjadi pemisahan segala-galanya. Bagaimanapun masyarakat di kedua daerah itu nantinya te-tap menyatu dalam satu bingkai administratif yang lebih luas, yakni Provinsi Sumatera Selatan.


SUMBER : www.kompas.com

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda