Musi Rawas

Selasa, 08 Januari 2008

Lubuk Linggau VS Musi Rawas

Rebutan Aset karena Pemekaran Wilayah

PEMEKARAN wilayah yang tidak disertai dengan perencanaan detail akan selalu menimbulkan masalah. Masalah itu dapat berupa konflik terbuka, seperti terjadi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Selatan. Tetapi, dapat juga terjadi dalam bentuk konflik tertutup, seperti kasus perebutan aset di Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.

KASUS itu bermula ketika semangat otonomi daerah menggerakkan banyak pihak untuk melakukan percepatan pembangunan dengan sistem pemekaran wilayah.

Kota Lubuk Linggau, yang sebelum pemberlakuan otonomi merupakan ibu kota Kabupaten Musi Rawas dan sekaligus kota administratif, termasuk dalam daftar wilayah yang akan dimekarkan menjadi kota yang berdiri sendiri.

Permasalahan muncul ketika Pemerintah Kabupaten Musi Rawas harus menyerahkan semua aset yang terdapat di Kota Lubuk Linggau, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lubuk Linggau.

Penyerahan itu menjadi masalah karena hampir semua gedung pemerintahan, rumah dinas, dan aset-aset vital, seperti terminal tipe A Simpang Periuk, Bandara Silam Pari, dan rumah sakit umum daerah (RSUD) milik Kabupaten Musi Rawas berlokasi di Kota Lubuk Linggau.

Masalah semakin pelik karena Pemkab Musi Rawas belum membangun perkantoran apa pun di Muara Beliti, ibu kota kabupaten Musi Rawas yang baru, padahal memerlukan dana ratusan miliar rupiah untuk membangunnya.

Padahal, Kota Lubuk Linggau sudah harus berdiri sendiri. Bermula dari masalah itu, terjadi tarik ulur antara pemerintah kabupaten induk dan pemerintah kota hasil pemekaran.

Pemkab Musi Rawas menginginkan Pemkot Lubuk Linggau melakukan tukar guling (ruislag), membayar harga semua aset yang akan diserahkan, atau melakukan pengelolaan bersama. Di sisi lain, Pemkot Lubuk Linggau tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli semua aset atau melakukan tukar guling, padahal aset-aset itu diperlukan untuk mempercepat pembangunan perekonomian dan sosial.

BAGI Wali Kota Lubuk Linggau Riduan Effendi, kepemilikan aset seharusnya tidak menjadi masalah dalam proses pemekaran wilayah. Semua properti pemerintah kabupaten induk yang berada di kota hasil pemekaran akan dimanfaatkan untuk melayani kepentingan masyarakat di kedua wilayah tersebut.

Pemekaran wilayah pada dasarnya dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta menggali potensi lokal demi percepatan pembangunan. Untuk itu, perlu diikuti dengan penyerahan semua kelengkapan penunjang, termasuk aset yang berada di wilayah yang dimekarkan.

Tanpa penyerahan kelengkapan penunjang itu, tujuan pemekaran wilayah tidak akan tercapai karena masyarakat di dalam wilayah yang dimekarkan justru tak akan mendapat pelayanan yang memadai.

Selain itu, beberapa aset yang belum diserahkan, baik yang dulunya milik pusat maupun milik Kabupaten Musi Rawas, membuat pengelolaannya tidak optimal dan lebih cepat rusak.

Gedung Balai Latihan Kerja (BLK), misalnya. Gedung yang dulu milik pemerintah pusat untuk melatih tenaga kerja agar siap pakai, kini menjadi tidak berfungsi dan tidak terawat karena sengketa masalah kepemilikan itu. Kondisi serupa juga dialami Terminal Simpang Periuk yang mengalami banyak kerusakan dan menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan akibat pengelolaan yang tidak jelas.

Menurut Riduan, jika sudah diserahkan, gedung BLK itu dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja dari Lubuk Linggau dan Musi Rawas. Demikian juga dengan RSUD akan difungsikan untuk melayani masyarakat di kedua wilayah itu.

"Pelayanan bagi masyarakat tidak akan terbatas pada batasan-batasan administrasi saja. Meskipun setiap daerah menjalankan otonomi, masyarakat di dalamnya tetap dapat melintasi batas administrasi dengan mudah demi mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan," demikian Riduan.

Menurut Sekretaris Daerah Kota Lubuk Linggau H Ubaidillah, kedua pemerintah sudah mengadakan perundingan dan menyepakati mengenai klasifikasi aset menjadi tiga bagian, sudah diberikan, tidak diberikan, dan akan diberikan. Namun, kedua pemerintah belum menyepakati aset-aset apa saja yang akan dimasukkan ke dalam kategori tidak diberikan dan akan diberikan.

Masalah juga menjadi berlarut-larut karena Pemerintah Kabupaten Musi Rawas belum memberikan opsi tukar guling atau penggantian kontan atas semua aset itu. Hal itu membuat Pemkot Lubuk Linggau lebih bersikap menunggu untuk mengelola semua aset tersebut.

Situasi menunggu penyerahan aset, demikian Ubaidillah, sangat tidak menguntungkan karena perkembangan kota dan perubahan fungsi lahan tidak dapat berjalan mulus mengingat banyak properti yang belum dapat diselaraskan fungsinya. RSUD, misalnya, lokasinya dipandang sudah tidak layak lagi dipertahankan karena berada di dekat pasar dan perlintasan kereta api yang ramai.

Lokasi RSUD itu seharusnya menjadi pusat perdagangan dan rumah sakit di pindah ke kawasan yang lebih tenang. Demikian juga dengan terminal tipe A Simpang Periuk. Meskipun masih berfungsi, terminal itu diperkirakan harus segera dipindah jika jalan tembus ke Bengkulu jadi dibangun.

Di sisi lain, jika harus membayar kompensasi atau melakukan tukar guling atas fasilitas umum dan komersial, Pemkot Lubuk Linggau menyatakan tak sanggup karena tidak mempunyai cadangan dana dalam jumlah besar. Dana yang ada hanya cukup untuk membayar kompensasi atas rumah-rumah dinas Pemkab Musi Rawas, itu pun dengan sistem angsuran selama lima sampai 10 tahun.

SEMENTARA itu, keinginan menggebu Pemkot Lubuk Linggau untuk mendapatkan aset ternyata harus berhadapan dengan kebutuhan Pemkab Musi Rawas akan dana besar. Dana itu diperlukan untuk membangun sarana dan prasarana perkantoran di Muara Beliti.

Menurut Kepala Bagian Perlengkapan Kabupaten Musi Rawas Aidil Rusman, diperlukan sekitar Rp 850 miliar untuk membeli lahan dan membangun perkantoran yang diperlukan.

Untuk memenuhi kebutuhan dana sebesar itu, menurut Sekretaris Daerah Pemkab Musi Rawas Syarif HD, Pemkab dan DPRD mengajukan tiga opsi penyerahan fasilitas umum dan komersial, tukar guling, kompensasi, atau pengelolaan bersama. Ketiga opsi itu dipandang sebagai pilihan yang akan saling menguntungkan agar penyerahan aset tidak membuat kabupaten induk menjadi ’bangkrut’.

Sebenarnya, ujar Syarif, Pemkot Lubuk Linggau tidak perlu tergesa-gesa meminta penyerahan aset karena pasti akan diserahkan ke pemkot jika pembangunan di Muara Beliti selesai. Aidil menyebutkan, Pemkot Lubuk Linggau sudah mendapat hibah 279 bangunan dan lahan yang saat ini digunakan sebagai kantor pemerintahan dan sekolah.

Aidil menambahkan, penyerahan lanjutan harus dilakukan dengan persetujuan DPRD karena berkaitan dengan penghilangan aset dari daftar properti daerah. Selain itu, beberapa aset, seperti terminal, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memberi kontribusi sampai Rp 600 juta per tahun bagi pendapatan asli daerah.

Berbeda dengan keinginan Pemkot Lubuk Linggau, Pemkab Musi Rawas tidak berniat menyerahkan semua fasilitas umum dan komersial begitu saja, tanpa memilih ketiga opsi tersebut lebih dulu. Selain itu, beberapa rumah dinas juga akan dimasukkan dalam daftar aset yang tidak akan diserahkan, meskipun Pemkot Lubuk Linggau menginginkannya.

"Banyak pemerintah daerah memiliki aset di daerah lain dan itu sah-sah saja. Kami juga akan mempertahankan rumah dinas di Lubuk Linggau sebagai penempatan aset kami. Namun, jika DPRD setuju, aset-aset itu juga dapat dijual ke pemkot atau ke pihak ketiga dengan harga yang wajar," ujar Aidil.

MENANGGAPI persoalan ini, Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman mengemukakan, pemerintah provinsi sudah mencoba memfasilitasi pertemuan antara kedua pemerintah agar dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Namun, persoalan aset masih menjadi persoalan terakhir yang belum dapat terselesaikan.

"Jika persoalan itu belum selesai sampai Juni 2005, tepatnya sebelum pemilihan kepala daerah di Musi Rawas, pemprov akan melakukan intervensi untuk mempercepat penyelesaian masalah itu. Campur tangan itu tidak diarahkan untuk merugikan salah satu pihak, melainkan untuk mempercepat proses penyelesaian agar pembangunan dapat berjalan.


SUMBER : http://pkln.diknas.go.id

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda