Musi Rawas

Kamis, 31 Januari 2008

451 CPNS Diterima

3 Daerah Menunda, 4 tak Ada Formasi

PALEMBANG - Hari ini, 451 formasi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) se-Sumsel diumumkan. Hanya saja, dari jumlah formasi ini tidak semua kabupaten/kota mengumumkan formasi CPNS 2007. Dari 15 kabupaten/kota se-Sumsel dan provinsi, tiga kabupaten kota menunda pengumuman hingga besok (15/1).
Tiga kabupaten/kota yang menunda pengumumkan penerimaan CPNS formasi 2007 hingga besok di antaranya Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas (Mura), dan Kota Pagar Alam.
Delapan kabupaten/kota dan Pemprov Sumsel, hari ini mengumumkan penerimaan CPNS mulai dari Palembang, Prabumulih, Ogan Ilir (OI), OKU, OKU Selatan, OKU Timur, Banyuasin, Muara Enim, dan Pemprov Sumsel. Sementara empat daerah yang 2007 tidak ada formasi penerimaan CPNS 2007 di antaranya Musi Banyuasin (Muba), Lahat, OKI, dan Empat Lawang.
“Kita sudah minta semua CPNS formasi 2007 yang diterima di kabupaten/kota untuk mengumumkan besok. Tapi kalau memang belum siap, paling lambat 15 Januari sudah harus diumumkan,” ujar Drs H Mulyanto, Kepala Badan Kepegawaian (BKD) Sumsel, kemarin (13/1) saat dihubungi sedang berada di Lubuk Linggau.
Diungkapkannya, kebijakan pengumuman hasil penerimaan CPNS ini menjadi kewenangan masing-masing kabupaten/kota. Hanya saja, Pemprov Sumsel sudah memberikan imbauan agar bisa dilaksanakan secara serentak. “Kemungkinan, formasi 451 CPNS se-Sumsel akan terisi semua. Setidaknya besok (hari ini, Red) sudah 85 persen daerah yang mengumumkan,” harapnya.
Dikatakannya, formasi CPNS 2007 yang diterima untuk Sumsel ada 37 orang dengan rincian 6 tenaga guru, 17 tenaga kesehatan dan 14 tenaga teknis. Penerimaan khusus Provinsi Sumsel juga bisa dilihat di media cetak dan website www.sumsel.go.id. Sebelumnya, jumlah pelamar CPNS di untuk Pemprov Sumsel mencapai 1.960 pelamar. Dari jumlah ini, yang tidak memenuhi persyaratan 283 surat lamaran, tidak ada formasi 472 surat lamaran, dan yang memenuhi syarat hanya 1.205 surat lamaran.
Penerimaan CPNS untuk Kota Palembang hanya untuk dua klasifikasi, yakni pendidikan kedokteran gigi 3 orang dan klasifikasi dokter umum 3 orang. “Bagi mereka yang lulus segera menyampaikan persyaratan paling lambat 21 januari 2008,” ujar Aminoto M Zen RB NA, Kabag Humas Pemkot Palembang.
Kabupaten OKU menerima pegawai baru 42 orang. Dari jumlah ini formasi untuk tenaga guru sebanyak 17 orang, 13 tenaga kesehatan, dan 12 tenaga teknis. “Pengumuman hasil tes CPNS formasi 2007 akan diumumkan di Kantor Pos Baturaja dan di media massa,” ujar Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten OKU, H Lahmuddin SIP.
Dikatakannya, jumlah peserta tes CPNS Kabupaten OKU tidak mengalami perubahan dari formasi yang sudah ditentukan. “Bagi peserta yang lulus diharapkan melaporkan diri ke BKD Kabupaten OKU paling lambat dua pekan setelah pengumuman hasil tes,” katanya.

(bersambung)------------------------

Sumber : www.sumeks.co.id

Tiba di Asrama Haji, Jemaah Mura Meninggal





PALEMBANG - Suasana Asrama Haji Palembang, kemarin, terlihat berbeda dibandingkan dengan hari biasanya. Petugas medis dan PPIH mondar-mandir di sekitar area asrama. Kesibukan ini lantaran jemaah haji kloter 21 debarkasi Palembang yang baru tiba di Asrama Haji atas nama Hj Rumiyanah binti Nanguning (56), warga Pelita Jaya, Kecamatan Muara Lakitan, Musi Rawas meninggal dunia.
Hj Rumiyanah meninggal sekitar pukul 16.00 WIB, sekitar 15 menit setelah turun dari pesawat. "Kepergian almarhumah terkesan begitu mendadak. Begitu turun dari tangga pesawat almarhumah merasakan kondisi tubuhnya sangat tidak enak. Kejadian ini bukan hanya membuat shock keluarga, tapi seluruh petugas," ungkap Sekretaris PPIH Debarkasi Palembang, Drs HM Zakaria A Rachman MpdI, kemarin.
Almarhumah dari bandara dibawa ke Balai Kesehatan Haji Debarkasi Palembang menggunakan ambulans. "Waktu hendak dibaringkan oleh petugas kesehatan, almarhumah hanya mengeluhkan kondisi badannya yang katanya agak meriang. Setelah itu langsung meninggal," ujar Zakaria.
Keluarga Rumiyanah yang sebelumnya telah mendampingi almarhumah begitu dibawa ke balai kesehatan berteriak histeris. Bahkan, beberapa di antaranya ada yang sempat pingsan akibat tak kuasa menerima kenyataan pahit itu.
"Yang lebih mengagetkan rupanya dari pihak Pemkab Musi Rawas telah menyiapkan satu unit mobil ambulans. Mungkin saja ini kebetulan," ujar Zakaria lagi.
Zakaria kepada pihak keluarga mengatakan, almarhumah akan mendapatkan asuransi haji dari Bumi Putera sebesar Rp20 juta. "Asuransi itu bakal diberikan kepada setiap jemaah haji yang wafat dalam kondisi sakit, baik itu di tanah suci ataupun saat di Tanah Air seperti almarhumah Hj Rumiyanah," tukasnya. Sekitar pukul 16.15 WIB jasad almarhumah dengan menggunakan mobil ambulans dari Pemkab Mura langsung dibawa ke daerah asalnya.
Sementara itu, dari tanah suci dilaporkan bahwa jemaah haji kloter 23 Palembang sekitar pukul 16.00 WAS kemarin bertolak dari Madinah Al-Munawwaroh ke Jeddah dengan menggunakan bus. Sebelumnya, jemaah menyempatkan diri untuk melaksanakan salat Jumat terakhir di Masjid Nabawi.
Kontributor haji Sumatera Ekspres di Medinah, H Ferry Munandar, yang tergabung dalam kloter terakhir, itu mengatakan, mereka bakal bertolak dari Bandara King Abdul Aziz, Jeddah menuju Bandara Internasional SMB II Palembang pada Minggu (20/1) pukul 04.15 WAS. Perkiraan tiba di Tanah Air pukul 18.30 WIB.
"Kami berharap keluarga penjemput jemaah kloter 23 yang menunggu baik di bandara maupun di Asrama Haji kiranya bisa tertib dan mendoakan anggota keluarganya tiba dalam keadaan sehat wal afiat," imbuh Ferry.(22)

Sumber : www.sumeks.co.id

Jika Terlibat Langsung Dipecat

PEREDARAN narkoba yang melibatkan napi ataupun oknum Lapas Pakjo, tak terbantahkan lagi setelah adanya ungkap kasus oleh aparat kepolisian. Secara internal, untuk mendukung pemberantasan narkoba Kepala Lapas Klas I Pakjo Drs Bambang Irawan Bc IP SH, menegaskan akan mengambil tindakan tegas jika ada oknum petugasnya yang terlibat.
”Jika ada oknum petugas saya yang terlibat, kita tidak ada kompromi. Dia akan diproses di peradilan umum, dan sanksi pemecatan tidak hormat akan diterimanya,” tegas Bambang. Contohnya, adalah Kiki yang diduga kurir SS kini sudah ditahan di Lapas Narkotika di Muara Beliti, Kabupaten Musi Rawas. Kemudian juga kasus lama, Miguel yang terlibat ganja.
Sebagai upaya preventif, Bambang mengatakan pihaknya sudah bekerja seoptimal mungkin supaya tidak ada lagi ditemukannya narkoba dalam lingkungan lapas. ”Setiap dua minggu sekali paling sedikit saya memerintakan untuk merazia di dalam maupun luar sel. Razia dadakan atau insidentil juga kami terapkan. Kami petugas di sini tidak akan menutup diri dan akan selalu berkerja sama dengan polisi,” katanya.
Salah satu contoh konkretnya, Bambang mengungkapkan pada 17 Januari 2008 lalu pihaknya menggeledah sel seluruh napi dan tahanan. Sebanyak 7 unit handphone (Hp) yang kedapatan, langsung dimusnahkan di depan yang punya. Pembatasan waktu besuk bagi keluarga napi atau tahanan, hari biasa pukul 08.00 hingga 12.00 WIB, juga diberlakukan untuk hari libur nasional dan hari Minggu tidak melayani pembesuk. ”Bareskrim Polri juga sudah mengunjungi Lapas Pakjo, dan ada penandatanganan MoU narkoba,” kata mantan kalapas Pemuda Tangerang ini.
Mengenai penghuni Lapas Pakjo, sekarang sudah berjumlah 1.004 napi. Khusus napi narkoba sebanyak 384 orang, dengan perincian 302 orang dewasa dan 82 orang muda, sedangkan napi kasus pembunuhan berencana berjumlah 20 orang. ”Ini sudah overcapacity, sementara kita sebenarnya hanya mampu menampung 540 orang,” terangnya.
Sementara untuk satu regu pengamanan yang terdiri atas 14 orang, kini mengawasi 100 orang napi. “Yang idealnya satu regu pengaman berjumlah 20 hingga 25 orang. Sementara yang kita hadapi sekarang ini adalah 1:100,” keluh Bambang.(mg10)

Sumber : www.sumeks.co.id

Habibie Akui Pak Harto tidak mau bertemu

Kamis, 31 Januari 2008
JAKARTA (Suara Karya): Mantan Presiden Bacharudin Jusuf Habibie mengungkapkan bahwa pertemuan terakhirnya dengan mantan Presiden Soeharto terjadi pada tanggal 21 Mei 1998 saat Soeharto lengser. Setelah itu, hingga akhir hayatnya, Soeharto tidak memperbolehkannya lagi bertemu secara fisik.
"Kamu tidak boleh bertemu dengan saya. Laksanakan tugasmu sebaik mungkin. Saya yakin kamu bisa," kata Habibie mengutip perkataan Soeharto di Washington DC, Selasa malam.
Kutipan pernyataan Soeharto tersebut disampaikannya saat tatap muka dengan masyarakat Indonesia di Washington agar dirinya bercerita tentang kenangan yang diingatnya tentang Soeharto, yang wafat pada Minggu (27/1) lalu.
Menurut Habibie, Soeharto mengatakan hal itu karena menginginkan Habibie melaksanakan tugas sebagai presiden tanpa harus tergantung pada Soeharto.
"Tetapi saya menuntut untuk bertemu karena ingin minta masukan tentang berbagai masalah pelik yang harus saya hadapi pada saat yang bersamaan. Tetapi beliau mengatakan `Tidak. Kita bertemu secara batin saja'," ujar teknokrat yang sempat bertugas sebagai presiden selama 17 bulan itu, menggantikan Soeharto.
Tidak hanya sulit bertemu secara fisik, Habibie juga tidak lagi dapat berbicara langsung dengan Soeharto.
"Terakhir saya berbicara dengan Pak Harto lewat telpon, ya tanggal 9 Juni 1998, satu hari setelah beliau ulang tahun," ujarnya.
Kendati tidak terlalu kentara, BJ Habibie sempat menyiratkan penyesalannya tidak sempat bertemu dengan Soeharto sebelum pemimpin Orde Baru itu menghembuskan nafas terakhir dan menghadiri pemakaman.
Ketika Soeharto wafat, ujar Habibie, ia baru tiba di Washington dan tidak memungkinkan bagi dirinya untuk kembali ke Indonesia.
"Minggu siang saya telpon (Jakarta-Red), bagaimana keadaan Pak Harto? Saya diberi tahu, membaik. Alhamdulillah. Tetapi kemudian paginya saya diberi tahu, Pak Harto sudah tidak ada. Mau kembali, tidak memungkinkan," katanya.
Habibie berada di Washington antara lain untuk memenuhi undangan Usindo (Masyarakat Indonesia-Amerika) dan bertemu dengan beberapa rekannya yang pernah bertugas sebagai duta besar Amerika Serikat untuk Indonesia.
Pada 15 Januari 2008, ujar Habibie, ia dan isterinya, mantan ibu negara Ainun Habibie, sempat menengok Soeharto di RS Pusat Pertamina.
Ia bercerita, dirinya berangkat dari Jerman pada 14 Januari karena mendengar Soeharto dalam keadaan yang sangat kritis.
Setibanya di Jakarta setelah terbang selama 20 jam, Habibie dan keluarga langsung menuju RS Pertamina, namun sayang tidak dapat mendekati Soeharto.
"Dokter menjelaskan kenapa Pak Harto tidak bisa didekati. Akhirnya kami berdoa untuk beliau, yang jaraknya sekitar tiga meter. Hanya tiga meter, tetapi (sayang) tidak bisa ketemu," katanya. (Ant)

Sumber : www.suarakarya-online.com/

Selasa, 08 Januari 2008

Lubuk Linggau VS Musi Rawas

Rebutan Aset karena Pemekaran Wilayah

PEMEKARAN wilayah yang tidak disertai dengan perencanaan detail akan selalu menimbulkan masalah. Masalah itu dapat berupa konflik terbuka, seperti terjadi di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Selatan. Tetapi, dapat juga terjadi dalam bentuk konflik tertutup, seperti kasus perebutan aset di Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan.

KASUS itu bermula ketika semangat otonomi daerah menggerakkan banyak pihak untuk melakukan percepatan pembangunan dengan sistem pemekaran wilayah.

Kota Lubuk Linggau, yang sebelum pemberlakuan otonomi merupakan ibu kota Kabupaten Musi Rawas dan sekaligus kota administratif, termasuk dalam daftar wilayah yang akan dimekarkan menjadi kota yang berdiri sendiri.

Permasalahan muncul ketika Pemerintah Kabupaten Musi Rawas harus menyerahkan semua aset yang terdapat di Kota Lubuk Linggau, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lubuk Linggau.

Penyerahan itu menjadi masalah karena hampir semua gedung pemerintahan, rumah dinas, dan aset-aset vital, seperti terminal tipe A Simpang Periuk, Bandara Silam Pari, dan rumah sakit umum daerah (RSUD) milik Kabupaten Musi Rawas berlokasi di Kota Lubuk Linggau.

Masalah semakin pelik karena Pemkab Musi Rawas belum membangun perkantoran apa pun di Muara Beliti, ibu kota kabupaten Musi Rawas yang baru, padahal memerlukan dana ratusan miliar rupiah untuk membangunnya.

Padahal, Kota Lubuk Linggau sudah harus berdiri sendiri. Bermula dari masalah itu, terjadi tarik ulur antara pemerintah kabupaten induk dan pemerintah kota hasil pemekaran.

Pemkab Musi Rawas menginginkan Pemkot Lubuk Linggau melakukan tukar guling (ruislag), membayar harga semua aset yang akan diserahkan, atau melakukan pengelolaan bersama. Di sisi lain, Pemkot Lubuk Linggau tidak mempunyai dana yang cukup untuk membeli semua aset atau melakukan tukar guling, padahal aset-aset itu diperlukan untuk mempercepat pembangunan perekonomian dan sosial.

BAGI Wali Kota Lubuk Linggau Riduan Effendi, kepemilikan aset seharusnya tidak menjadi masalah dalam proses pemekaran wilayah. Semua properti pemerintah kabupaten induk yang berada di kota hasil pemekaran akan dimanfaatkan untuk melayani kepentingan masyarakat di kedua wilayah tersebut.

Pemekaran wilayah pada dasarnya dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat serta menggali potensi lokal demi percepatan pembangunan. Untuk itu, perlu diikuti dengan penyerahan semua kelengkapan penunjang, termasuk aset yang berada di wilayah yang dimekarkan.

Tanpa penyerahan kelengkapan penunjang itu, tujuan pemekaran wilayah tidak akan tercapai karena masyarakat di dalam wilayah yang dimekarkan justru tak akan mendapat pelayanan yang memadai.

Selain itu, beberapa aset yang belum diserahkan, baik yang dulunya milik pusat maupun milik Kabupaten Musi Rawas, membuat pengelolaannya tidak optimal dan lebih cepat rusak.

Gedung Balai Latihan Kerja (BLK), misalnya. Gedung yang dulu milik pemerintah pusat untuk melatih tenaga kerja agar siap pakai, kini menjadi tidak berfungsi dan tidak terawat karena sengketa masalah kepemilikan itu. Kondisi serupa juga dialami Terminal Simpang Periuk yang mengalami banyak kerusakan dan menimbulkan kemacetan di beberapa ruas jalan akibat pengelolaan yang tidak jelas.

Menurut Riduan, jika sudah diserahkan, gedung BLK itu dapat digunakan untuk melatih tenaga kerja dari Lubuk Linggau dan Musi Rawas. Demikian juga dengan RSUD akan difungsikan untuk melayani masyarakat di kedua wilayah itu.

"Pelayanan bagi masyarakat tidak akan terbatas pada batasan-batasan administrasi saja. Meskipun setiap daerah menjalankan otonomi, masyarakat di dalamnya tetap dapat melintasi batas administrasi dengan mudah demi mendapatkan pelayanan yang mereka butuhkan," demikian Riduan.

Menurut Sekretaris Daerah Kota Lubuk Linggau H Ubaidillah, kedua pemerintah sudah mengadakan perundingan dan menyepakati mengenai klasifikasi aset menjadi tiga bagian, sudah diberikan, tidak diberikan, dan akan diberikan. Namun, kedua pemerintah belum menyepakati aset-aset apa saja yang akan dimasukkan ke dalam kategori tidak diberikan dan akan diberikan.

Masalah juga menjadi berlarut-larut karena Pemerintah Kabupaten Musi Rawas belum memberikan opsi tukar guling atau penggantian kontan atas semua aset itu. Hal itu membuat Pemkot Lubuk Linggau lebih bersikap menunggu untuk mengelola semua aset tersebut.

Situasi menunggu penyerahan aset, demikian Ubaidillah, sangat tidak menguntungkan karena perkembangan kota dan perubahan fungsi lahan tidak dapat berjalan mulus mengingat banyak properti yang belum dapat diselaraskan fungsinya. RSUD, misalnya, lokasinya dipandang sudah tidak layak lagi dipertahankan karena berada di dekat pasar dan perlintasan kereta api yang ramai.

Lokasi RSUD itu seharusnya menjadi pusat perdagangan dan rumah sakit di pindah ke kawasan yang lebih tenang. Demikian juga dengan terminal tipe A Simpang Periuk. Meskipun masih berfungsi, terminal itu diperkirakan harus segera dipindah jika jalan tembus ke Bengkulu jadi dibangun.

Di sisi lain, jika harus membayar kompensasi atau melakukan tukar guling atas fasilitas umum dan komersial, Pemkot Lubuk Linggau menyatakan tak sanggup karena tidak mempunyai cadangan dana dalam jumlah besar. Dana yang ada hanya cukup untuk membayar kompensasi atas rumah-rumah dinas Pemkab Musi Rawas, itu pun dengan sistem angsuran selama lima sampai 10 tahun.

SEMENTARA itu, keinginan menggebu Pemkot Lubuk Linggau untuk mendapatkan aset ternyata harus berhadapan dengan kebutuhan Pemkab Musi Rawas akan dana besar. Dana itu diperlukan untuk membangun sarana dan prasarana perkantoran di Muara Beliti.

Menurut Kepala Bagian Perlengkapan Kabupaten Musi Rawas Aidil Rusman, diperlukan sekitar Rp 850 miliar untuk membeli lahan dan membangun perkantoran yang diperlukan.

Untuk memenuhi kebutuhan dana sebesar itu, menurut Sekretaris Daerah Pemkab Musi Rawas Syarif HD, Pemkab dan DPRD mengajukan tiga opsi penyerahan fasilitas umum dan komersial, tukar guling, kompensasi, atau pengelolaan bersama. Ketiga opsi itu dipandang sebagai pilihan yang akan saling menguntungkan agar penyerahan aset tidak membuat kabupaten induk menjadi ’bangkrut’.

Sebenarnya, ujar Syarif, Pemkot Lubuk Linggau tidak perlu tergesa-gesa meminta penyerahan aset karena pasti akan diserahkan ke pemkot jika pembangunan di Muara Beliti selesai. Aidil menyebutkan, Pemkot Lubuk Linggau sudah mendapat hibah 279 bangunan dan lahan yang saat ini digunakan sebagai kantor pemerintahan dan sekolah.

Aidil menambahkan, penyerahan lanjutan harus dilakukan dengan persetujuan DPRD karena berkaitan dengan penghilangan aset dari daftar properti daerah. Selain itu, beberapa aset, seperti terminal, mempunyai nilai ekonomis tinggi dan memberi kontribusi sampai Rp 600 juta per tahun bagi pendapatan asli daerah.

Berbeda dengan keinginan Pemkot Lubuk Linggau, Pemkab Musi Rawas tidak berniat menyerahkan semua fasilitas umum dan komersial begitu saja, tanpa memilih ketiga opsi tersebut lebih dulu. Selain itu, beberapa rumah dinas juga akan dimasukkan dalam daftar aset yang tidak akan diserahkan, meskipun Pemkot Lubuk Linggau menginginkannya.

"Banyak pemerintah daerah memiliki aset di daerah lain dan itu sah-sah saja. Kami juga akan mempertahankan rumah dinas di Lubuk Linggau sebagai penempatan aset kami. Namun, jika DPRD setuju, aset-aset itu juga dapat dijual ke pemkot atau ke pihak ketiga dengan harga yang wajar," ujar Aidil.

MENANGGAPI persoalan ini, Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman mengemukakan, pemerintah provinsi sudah mencoba memfasilitasi pertemuan antara kedua pemerintah agar dapat menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Namun, persoalan aset masih menjadi persoalan terakhir yang belum dapat terselesaikan.

"Jika persoalan itu belum selesai sampai Juni 2005, tepatnya sebelum pemilihan kepala daerah di Musi Rawas, pemprov akan melakukan intervensi untuk mempercepat penyelesaian masalah itu. Campur tangan itu tidak diarahkan untuk merugikan salah satu pihak, melainkan untuk mempercepat proses penyelesaian agar pembangunan dapat berjalan.


SUMBER : http://pkln.diknas.go.id

Musi Rawas Jadi Agropolitan

JAKARTA, (PR).-

Komisi IV DPR yang membidangi masalah Pertanian, Kehutanan, Kelautan, dan Perikanan, mendukung Kab. Musi Rawas Provinsi Sumsel, menjadi daerah agropolitan. Hal itu perlu dukungan dari berbagai pihak, baik pusat maupun daerah.

Dukungan itu mengemuka saat audiensi Komisi IV dengan Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti, dipimpin Wakil Ketua Komisi IV Mindo Sianipar (FPDIP), di ruang rapat Komisi IV, Gedung Nusantara DPR, Rabu (27/9).

DPR menilai, kondisi Musi Rawas memang perlu dukungan dalam rangka pengembangan agropolitan. Wakil Ketua Komisi IV Hilman Indra (F-BPD) mengatakan, mata pencaharian masyarakat lebih 80% berasal dari sektor pertanian. "Ini menjadi catatan kita," ujar Hilman Indra. Simpul pertanian di Kab. Musi Rawas mempunyai potensi sangat baik, dalam mengembangkan daerah itu menjadi agropolitan.

"Lahan pertanian irigasi dan tadah hujan potensial sekali," katanya. Di Musi Rawas juga terdapat kolam ikan air deras. Hilman Indra menilai, dukungan tidak terbatas pada pembiayaan APBD kabupaten maupun provinsi. "Perlu dukungan dari tiga Kementrian yaitu Pertanian, Kehutanan dan Per-ikanan," ujarnya.

Hal senada dikatakan Sarjan Tahir (F-PD) yang menilai, usaha Kab. Musi Rawas menjadi wilayah argopolitan harus mendapat dukungan dari Komisi IV DPR. "Saya kira secara objektif Komisi IV akan memberikan penghargaan sama, untuk mendukung percepatan kawasan agropolitan," katanya.

Sementara itu, Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti menilai, konsep agropolitan dapat mengentaskan kemiskinan dan pengangguran di daerahnya. "Konsep ini diharapkan mampu menyelesaikan persoalan mendasar di Kab. Musi Rawas," katanya.

Ridwan Mukti menjelaskan, wilayahnya telah siap menjadi wilayah agropolitan. "Kab. Musi Rawas juga telah menunjukkan keseriusannya atas program ini," ujarnya. Konsep agropolitan telah dituangkan dalam konsep pembangunan jangka menengah Kab. Musi Rawas dalam bentuk peraturan daerah.

SUMBER : WWW.PIKIRAN-RAKYAT.COM

Musi Rawas "kehilangan" lubuk linggau

DIBANDING daerah lain di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Kabupaten Musi Rawas dari dulu memang sudah memiliki beberapa keunggulan. Salah satunya adalah tersedianya jaringan jalan serta sarana dan prasarana transportasi yang memadai dari ibu kota provinsi di Palembang ke kota kabupaten di Lubuk Linggau. Selain dilewati jalan lintas Sumatera yakni jalan negara beraspal hotmix, Musi Rawas juga punya akses jalan kereta api dan memiliki sebuah bandar udara, kendati baru sebatas lapangan terbang perintis.

Barangkali faktor ini pula yang menyebabkan tumbuh suburnya beberapa sentra bisnis dan dagang terutama di kota-kota kecamatan yang berada persis di sisi jalan negara lintas Sumatera. Bahkan beberapa kota kecamatan di Musi Rawas kini justru berubah menjadi kota baru yang dinamis. Kota Lubuk Linggau mungkin bisa menjadi salah satu contoh betapa peran transportasi ikut memacu munculnya simpul-simpul ekonomi baru di wilayah kabupaten yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jambi dan Bengkulu ini. Kota yang berpenduduk sekitar 165.000 jiwa ini memang sangat strategis. Letak kota yang dilintasi jalan lintas Sumatera, sangat jelas memberi warna tersendiri bagi keberadaan Lubuk Linggau. Sebagai kota persimpangan (transit), geliat kota ini tampak meninggalkan kota-kota kecamatan di pedalaman Musi Rawas.

Betapa dinamisnya Lubuk Linggau, lihatlah wujud kota ini dari dekat. Meski jauh dari Palembang, ibu kota Sumsel, Lubuk Linggau kini justru tampil sebagai salah satu pusat bisnis dan perdagangan baru di "pinggir" barat Sumsel.

Selain pertokoan dan pusat perbelanjaan, di Lubuk Linggau pun kini dengan gampang bisa dinikmati layanan perbankan. Sebab, sejak dua tahun lalu usaha perbankan dengan berani melebarkan sayapnya ke sini dan membuka kantor cabang dan pusat layanan baru. Bahkan, lazimnya unit perbankan di kota besar, di Lubuk Linggau kita juga bisa gampang menemukan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Sebagai etalase dari sebuah kabupaten, nama Lubuk Linggau memang jauh lebih populer dibanding Musi Rawas sendiri. Siapa pun yang lewat jalan lintas tengah Sumatera dari Jakarta ke Padang, Medan, atau kota lain di utara Pulau Sumatera pasti akan kenal kota ini. Sebaliknya, kalau ditanya Musi Rawas mereka mungkin bingung menjawabnya.

"Padahal, Lubuk Linggau jelas ibu kota Musi Rawas. Kota itu hanya bagian kecil dari wilayah kabupaten yang luasnya mencapai 21.513 km persegi. Akan tetapi, apa pun argumen faktanya memang demikian. Orang luar Sumsel justru lebih mengenal Lubuk Linggau ketimbang Musi Rawas," ungkap seorang pejabat di kantor gubernur Sumsel yang mengaku lama bertugas di sana.

***

LALU bagaimana keberadaan Musi Rawas dan Lubuk Linggau di era otonomi daerah saat ini? Seiring bergulirnya semangat otonomi, dua nama itu tampaknya kini betul-betul harus terpisah. Persis empat bulan sejak diterapkannya otonomi daerah secara penuh, Kabupaten Musi Rawas kini terpaksa kehilangan etalase tersebut. Lubuk Linggau yang semula hanya sekadar kota administratif yang berinduk ke Musi Rawas, resmi naik kelas menjadi Kota yang memiliki otoritas dan berotonom.

Dari segi potensi, luas daerah, dan aspirasi masyarakat, pembentukan Kota Lubuk Linggau yang terlepas dari Kabupaten Musi Rawas memang sudah selayaknya. Apalagi, persiapan ke arah itu sudah dimulai sejak tahun 1977. Selain itu, Lubuk Linggau merupakan kota administratif tertua di Sumsel yang terbentuk sejak 1981.

Meski pembentukan Kota Lubuk Linggau jauh dari gegap-gempita gejolak politik di Pusat, pemerintah Kabupaten Musi Rawas dan berbagai komponen masyarakat setempat kini sudah siap menyambut kelahiran Kota Transit ini. Misalnya dengan merancang pemekaran wilayah kecamatan dari semula dua menjadi empat kecamatan. "Ditinjau dari aspek potensi dan kewilayahan, Lubuk Linggau sangat siap berdiri sendiri. Jadi, ini bukan sekadar latah untuk kepentingan sesaat," ungkap Wakil Bupati Musi Rawas, Ibnu Amin.

Konsekuensi berdirinya sebuah kota, memang menuntut keberadaan perangkat pemerintah kota. Mulai dari Wali kota, DPRD, sampai pada pelaksana di lapangan. Khusus Pendapat-an Asli Daerah (PAD), dari kalkulasi awal untuk saat ini Lubuk Linggau setidaknya bakal mendapat bagian sekitar Rp 3 milyar dari total PAD Musi Rawas yang besarnya mencapai Rp 25 milyar.

Lazimnya daerah otonom baru, Lubuk Linggau juga bakal mendapat subsidi anggaran pembangunan dari pemerintah provinsi dan eks kabupaten induk. Berapa besarnya? "Sekarang masih dihitung dan tengah dinegosiasikan baik dengan provinsi maupun pihak Kabupaten Musi Rawas. Tetapi yang jelas, subsidi ini biasanya berlangsung selama tiga tahun sampai kota ini betul-betul mandiri, mampu mengelola dan membiayai rumah tangga daerahnya sendiri," jelas seorang pejabat di kantor Wali kota Lubuk Linggau.

Bagaimanapun juga, "cerainya" Lubuk Linggau dari Musi Rawas jelas bakal berdampak kepada kabupaten tersebut. Selain kehilangan satu kota potensial yang dinamis, Musi Rawas pun bakal kehilangan sejumlah pendapatan daerah.

Lalu akankah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Musi Rawas keropos dan tergerogoti akibat kehadiran Kota Lubuk Linggau yang berdiri sendiri? "Dampaknya sudah pasti ada. Namun itu tidak akan banyak pengaruhnya terhadap APBD Musi Rawas. Sebab, kabupaten ini masih memiliki dana perimbangan yang jumlahnya sekitar Rp 270 milyar," kata seorang pejabat teras Kabupaten Musi Rawas.

Kabupaten dan kota hanyalah sebuah istilah. Karenanya, meski Musi Rawas dan Lubuk Linggau dalam kerangka otonomi sudah terpisah, tidak berarti terjadi pemisahan segala-galanya. Bagaimanapun masyarakat di kedua daerah itu nantinya te-tap menyatu dalam satu bingkai administratif yang lebih luas, yakni Provinsi Sumatera Selatan.


SUMBER : www.kompas.com

Tentang Musi Rawas

CIKAL bakal nama Kabupaten Musi Rawas tidak dapat dipisahkan dari daerah Musi Ilir. Kawasan bagian barat Provinsi Sumatera Selatan ini menjadi tempat bertemunya hulu Sungai Musi dengan aliran Sungai Rawas. Pemerintah pendudukan Jepang pada 20 April 1943 menggabungkan dua daerah

yang berbeda bahasa dan adat yaitu onder Afdeling (kawedanan) Musi Ulu dan onder Afdeling Rawas menjadi Kabupaten Musi Rawas. Memiliki luas 21.513 kilometer persegi, Musi Rawas merupakan kabupaten terluas kedua di Sumatera Selatan setelah Kabupaten Musi Banyuasin. Sampai saat ini ibu kota kabupaten masih berada di Lubuk Linggau, meskipun Rancangan Undang-undang (RUU) mengenai pembentukan Lubuk Linggau sebagai kota otonom telah disahkan DPR bulan April lalu.

Secara geografis, letak Kabupaten Musi Rawas sangat strategis karena dilalui jalur lintas tengah Sumatera, jalur darat yang menghubungkan Bakauheni di Lampung dan Banda Aceh. Bagaikan dua sisi mata uang, jalan trans Sumatera mampu membuat Kabupaten Musi Rawas tidak terpencil dan cepat tersentuh perkembangan. Akan tetapi keberadaan jalur favorit pengendara darat ini rawan kejahatan. Sudah menjadi rahasia umum jika sepanjang jalan mulai Kabupaten Lahat sampai Lubuk Linggau kerap terjadi perampokan. Kawanan perampok yang sering dijuluki "kutu loncat" ini ditakuti pengendara baik bus antarkota, truk barang, maupun kendaraan pribadi.

Mata pencaharian utama masyarakat kabupaten yang tahun 1999 lalu pendapatan per kapitanya Rp 3,59 juta ini-lebih kecil dibandingkan dengan provinsi Rp 4,69 juta-secara tradisional adalah petani karet. Petani pekebun juga menggarap lahan pertanian tanaman pangan sebagai usaha sekunder. Dari total penggunaan lahan, areal perkebunan karet hampir mencapai seperempatnya atau 507 ribu hektar. Tanaman perkebunan lain yang diusahakan masyarakat adalah kelapa sawit dan kopi.

Beberapa tahun terakhir, tanaman kelapa sawit menjadi primadona baru pada perkebunan Musi Rawas. Perluasan areal perkebunan boleh dibilang cukup fantastik. Tahun 1995 luas lahannya 22.630 hektar, sementara tahun 2000 mengalami peningkatan menjadi 73.455 hektar. Ketertarikan yang tinggi terhadap perkebunan kelapa sawit di Musi Rawas menjadi pemandangan umum di daerah Sumatera bagian selatan, khususnya Provinsi Sumatera Selatan.

Berlainan dengan karet yang sebagian besar adalah karet rakyat, perkebunan kelapa sawit kebanyakan diusahakan oleh perusahaan swasta besar. Kalaupun perkebunan sawit milik petani, sebagian besar merupakan petani plasma dengan inti perusahaan besar. Sampai tahun 2000 lalu tercatat ada tiga perusahaan yang melakukan pola kemitraan inti plasma ini. Sebagai proses lanjutan pengolahan kelapa sawit, dibangun pabrik pengolahan crude palm oil (CPO) di Kecamatan Muara Lakitan. Subsektor perkebunan ini mempunyai kontribusi sebesar Rp 297,4 milyar dalam total kegiatan ekonomi kabupaten tahun 1999.

Kekuatan ekonomi Musi Rawas di sektor pertanian sangat ditunjang oleh kondisi tanah yang subur. Dataran rendah yang luas menghampar dialiri sungai-sungai seperti sungai Lakitan, Rupit, Kelingi yang bermuara di dua sungai besar, yaitu Sungai Musi dan Sungai Rawas. Tanahnya sangat cocok untuk pertanian. Bahkan sejak 1981, kabupaten agraris ini sukses berswasembada beras dan menjadi lumbung beras di Sumatera Selatan. Sampai sekarang basis pertanian adalah Kecamatan Tugu Mulyo yang merupakan konsentrasi pemukiman transmigrasi pertama dan terbesar.

***

JULUKAN Swarnadwipa atau Pulau Emas yang diberikan pada Pulau Sumatera ternyata berlaku juga untuk Musi Rawas. Di kawasan Kecamatan Rupit dan Rawas Ulu terkandung logam mulia yang cukup besar. Diperkirakan cadangan bijih emas yang ada adalah sekitar satu juta ton dengan kadar emas 1,0-3,65 gram per ton dan bijih perak sebesar 7,5 juta ton dengan kadar 41 gram per ton.

***

POTENSI lain yang layak untuk dikembangkan adalah kepariwisataan. Jika mengamati lambang Kabupaten Musi Rawas, akan terlihat gambar sebuah bukit. Bukit kecil yang bernama Bukit Sulap inilah yang didambakan Musi Rawas untuk menggerakkan sektor pariwisata. Kabupaten ini memang memiliki daerah-daerah yang indah panorama alamnya. Selain Bukit Sulap, juga ada Danau Raya, Gua Napallicin dan arung jeram Sungai Rawas serta air terjun Temam. Tampaknya upaya untuk menggarap sektor pariwisata sudah mulai serius karena ada usaha untuk membenahi infrastruktur jalan-jalan ke lokasi yang selama ini kondisinya memprihatinkan.


SUMBER : www.kompas.com

Guru Terpencil Terima Dana Intensif

Mulai 2007 ini, pemerintah Kabupaten Musi Rawas menganggarkan Rp 500 juta untuk pemberian insentif guru daerah terpencil. Kepala Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) Musi Rawas Zaini Amin mengungkapkan, pemberian insentif merupakan salah satu bentuk kepedulian pemerintah daerah kepada guru selaku tenaga pendidik, khususnya yang bertugas di daerah terpencil.”Sebanyak 83 sekolah, yang terdiri atas 80 sekolah dasar dan 3 SMP daerah terpencil mendapatkan insentif selama 1 tahun dan diberikan per triwulan yang dialokasikan dari dana APBD Kabupaten Mura Rp500 juta,” ungkapnya. Dia mengatakan, pemberian dana insentif merupakan program pengembangan sistem penghargaan dan perlindungan tenaga pendidik. Dia menambahkan, tugas guru di daerah terpencil cukup berat dan membutuhkan keikhlasan untuk menjalankan tugas mulia tersebut.

”Ini sebenarnya bukan insentif, tetapi penghargaan kepada tenaga pendidik yang berjuang di daerah tertinggal untuk mencerdaskan anak-anak di Kabupaten Mura. Pemberian penghargaan untuk 83 sekolah ini termasuk dalam 7 kecamatan, di antaranya Rawas Ilir, Ulu Rawas, Rawas Ulu, Muara Lakitan, Muara Kelingi, Nibung, dan BTS Ulu,” ujarnya.

Kasubag Kepegawaian Dinas Diknas Mura Ngatino menjelaskan, untuk 83 kepala sekolah yang mendapatkan insentif terbagi menjadi tiga bagian. Insentif sebesar Rp110.000 per bulan untuk kepala sekolah yang masuk dalam kategori sangat jauh dan Rp105.000 per bulan untuk jauh. Adapun kepala sekolah yang golongannya di atas golongan II akan dipotong 15% berdasarkan PPH.

sumber : infokito

Mantan Bupati MuRa akan diPeriksa

Direktur Reserse Kriminal (Dir Reskrim) Polda Sumatera Selatan (Sumsel) Kombes Pol Sugeng Priyanto mengaku akan segera memanggil Mantan Bupati Musirawas (Mura) Ibnu Amin terkait kasus dugaan bagi-bagi uang sebesar Rp40 juta untuk 45 anggota DPRD Mura periode 1999–2004.Untuk sementara, Ibnu Amin diperiksa sebagai saksi. Sebelumnya, tim penyidik Satuan (Sat) III Tindak Pidana Korupsi (Pidkor) Polda telah memeriksa Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Musirawas (Mura) Drs HM Syarif Hidayat warga Jalan Kaswari Nomor 11, RW III,Kel Bandung Kanan, Lubuk Linggau Barat, bersama mantan Bendahara Sekda Heriansyah, 46, warga Jalan Cendana No 81 Blok A RT VI, Kel Tanjung Aman, Kec Lubuk Linggau Barat I.

Keduanya bahkan sempat ditahan sejak Selasa (25/9), tetapi setelah pengacaranya mengajukan penangguhan, polisi akhirnya memenuhi permohonan penangguhan sejak 6 Oktober 2007. Pemeriksaan terhadap kedua tersangka dipimpin oleh AKP Syech Kopek beserta Bripka Mukhtar dan Aiptu Sukandi pada Selasa 24 September silam. Karena pertimbangan demi kepentingan hukum saat itu, keduanya langsung dijebloskan dalam penjara.

Sugeng mengaku telah menjadwalkan untuk memeriksa mantan Bupati Mura. Untuk sementara, akan diperiksa sebagai saksi, tetapi tidak tertutup kemungkinan ia juga bisa menjadi tersangka semuanya tergantung hasil penyidikan anggota.

”Mengenai hari apa dan tanggal berapa kita akan memeriksa mantan Bupati Mura, saya belum tahu,” terangnya. Selain akan memeriksa mantan Bupati Mura Ibnu Amin, dia akan memeriksa 12 anggota DPRD aktif. Menurut penyidik, kasus ini berpotensi merugikan negara lebih kurang Rp1,8 miliar.

Mencuatnya kasus ini berawal dari hasil penyelidikan polisi dalam sidang paripurna pada 2003 lalu. Bupati Mura yang kala itu dijabat Ibnu Amin berjanji akan memberikan uang sebesar Rp40 juta kepada 45 anggota DPRD yang diambil dari dana pribadi, tetapi kenyataannya uang yang dibagikan tersebut berasal dari APBD.



sumber : infokito

Kamis, 03 Januari 2008

jalinteng tergenang banjir

Palembang, Kompas - Meski hujan sudah berhenti dan genangan banjir mulai surut, ruas jalan lintas tengah (Jalinteng) Sumatera di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, hingga Selasa (30/1) masih ditutup. Lalu lintas transportasi yang melintasi jalan nasional itu diperkirakan baru akan pulih tiga hari lagi.

"Sebetulnya sejak Senin (29/1) malam, kendaraan kecil sudah bisa melewati ruas jalan nasional antara Lahat-Tebing Tinggi seiring menyusutnya genangan banjir. Tetapi jalur ini belum dapat dilewati kendaraan berat, jadi akan normal sekitar tiga hari lagi," kata Kepala Dinas PU Bina Marga Provinsi Sumsel Dharna Dachlan, ketika ditemui di Palembang.

Seperti diberitakan, hujan deras yang turun di kawasan Lahat sejak dua hari terakhir menyebabkan banjir dan longsor di sejumlah tempat. Selain merendam kawasan permukiman penduduk, genangan air setinggi satu meter lebih itu juga sempat merendam dua jembatan, yakni jembatan Pangi dan jembatan Kikim Kecil yang berada di ruas Jalinteng Sumatera antara Lahat-Tebing Tinggi.

Menurut Dharna, selain dua jembatan yang terendam banjir tersebut, kondisi ruas jalan nasional Lahat-Tebing Tinggi, kini makin kritis. Hal ini disebabkan badan jalan ambles dan turun, sehingga lebar badan jalan sekarang tersisa 2,5 meter dari 10 meter lebar jalan keseluruhan.

Dijelaskan, jalan ambles ini tersebar pada empat lokasi sejak Desa Sukarame hingga Desa Ulak Bandung.

sumber : harian pagi kompas

banjir musi rawas

01-02-2007, 01:07 AM
Tiga Kabupaten di Sumatera Selatan Banjir
Sawah Tergenang dan Akses Terputus

Lahat, Kompas - Banjir bandang melanda beberapa desa di tiga kabupaten di Sumatera Selatan, yakni Lahat, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ilir. Ribuan hektar sawah terendam. Jalur lintas tengah yang putus kondisinya semakin parah.

Meluapnya Sungai Kikim mengakibatkan Desa Gunung Kembang, Kecamatan Kikim Timur, Kabupaten Lahat, diserang banjir bandang setinggi 2,5 meter. Tak ada korban jiwa, hanya tercatat 11 rumah rusak dan hanyut.

Kepala Desa Gunung Kembang Darmansyah di Lahat Selasa (30/1) mengatakan, banjir bandang menyebabkan empat rumah roboh dan satu hanyut. Enam bangunan rusak berat, termasuk Balai Desa Gunung Kembang.

Warga kemarin mulai bekerja bakti menyingkirkan puing-puing rumah serta membuat dapur umum di pinggir jalan. Warga yang rumahnya roboh terpaksa menumpang di rumah saudara atau rumah tetangga yang utuh.

Luapan Sungai Komering, Sungai Macak, dan Sungai Belitang membanjiri ribuan hektar sawah di Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, salah satu sentra produsen padi di Sumsel. Sekitar 1.187 hektar sawah terendam, dengan tinggi hampir setengah meter.

Banjir juga menggenangi 548 hektar sawah di Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dengan ketinggian air mencapai setengah meter.

Sebagian wilayah Kota Jambi dan kawasan permukiman di bantaran sungai di Kabupaten Sarolangun dan Tebo. Banjir akibat luapan Sungai Tembesi dan sejumlah anak Sungai Batanghari. Tingginya luapan Sungai Tembesi mengakibatkan Jembatan Gantung Baung di Kabupaten Sarolangun ambrol.

Darmansyah memperkirakan kerugian warga Desa Gunung Kembang mencapai ratusan juta rupiah karena warga tidak sempat menyelamatkan harta benda mereka. Ratusan ekor ayam dan belasan ekor kambing hanyut.

Kerebo, petani Kampung Sawah, Kecamatan Martapura, OKU Timur, mengaku tanaman padinya berumur 2,5 bulan hancur akibat terendam sejak Jumat (26/1). Air belum juga surut. Untuk satu hektar sawah yang rusak, dia rugi modal tanam Rp 2 juta. Ditambah lagi kebun kacang dan ubi yang siap panen juga rusak.

"Saya pening karena modal tanam sudah habis. Hampir setiap tahun tanaman padi gagal tanam karena banjir selalu datang pas masa tanam," kata Kerebo.

Jalinteng putus

Jalan lintas tengah (jalinteng) di Kabupaten Lahat yang putus kini makin parah akibat longsor di Desa Sukarami Kecamatan Gumay Talang. Longsor terjadi di badan jalan sepanjang sekitar 10 meter dan lebar 2 meter, dengan kedalaman 2 meter.

Kendaraan berat dari Lahat ke Lubuk Linggau dialihkan ke jalur alternatif Pagar Alam-Tebing Tinggi, sebaliknya kendaraan dari Lubuk Linggau dialihkan melalui Tebing Tinggi-Pagar Alam. Longsor terjadi Senin lalu.

Data di Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Lahat menyebutkan, jembatan Desa Lubuk Atung rusak berat. Di Desa Muara Cawang, Kecamatan Pseksu, longsor sepanjang 250 m dan kerusakan beronjong pencegah banjir sepanjang 50 m. Di Desa Lubuk Tuba, Kecamatan Pseksu, satu jembatan gantung rusak.

Kepala Subdinas Bina Program Dinas PU Bina Marga Sumsel M Yusuf Usman menambahkan, pada jalinteng ruas Lahat-Tebing Tinggi-Lubuk Linggau ada 11 jembatan tua yang sudah harus diganti. Jembatan dengan konstruksi Calender Hamilton (CH) ini dibangun tahun 1970-an. Secara teknis, kata Yusuf, usia jembatan CH berkisar 20 tahunan. Persoalannya kendaraan yang lewat terkadang melebihi kapasitas jembatan.

"Kendaraan malah berebut masuk jembatan. Parahnya lagi ketika di atas jembatan ada sopir berhenti dan mengobrol dengan sopir lain jadi kendaraan berat bertumpuk di atas jembatan," ujar Yusuf.

Kerinci terisolasi

Hari ketiga pascalongsor akses Jalan Bangko-Kerinci kilometer 85, Kabupaten Kerinci, masih terputus. Longsor terjadi pada lebih dari 25 titik, sepanjang 10 kilometer, di jalur utama Kota Jambi-Kota Bangko, ke Kerinci.

Kemarin siang pembersihan longsoran tebing di satu sisi jalan belum selesai. Sementara itu, hujan masih kerap mengguyur.

Kendaraan ke Kerinci antre menunggu pembersihan jalan selesai. Meski ada jalan alternatif lewat Solok, Sumatera Barat, pengendara enggan karena jaraknya dua kali lipat, menjadi sekitar 600 kilometer. (wad/ITA/LKT/zul

sumber : http://kaskus.us

banjir musi rawas

01-02-2007, 01:07 AM
Tiga Kabupaten di Sumatera Selatan Banjir
Sawah Tergenang dan Akses Terputus

Lahat, Kompas - Banjir bandang melanda beberapa desa di tiga kabupaten di Sumatera Selatan, yakni Lahat, Ogan Komering Ulu Timur, dan Ogan Komering Ilir. Ribuan hektar sawah terendam. Jalur lintas tengah yang putus kondisinya semakin parah.

Meluapnya Sungai Kikim mengakibatkan Desa Gunung Kembang, Kecamatan Kikim Timur, Kabupaten Lahat, diserang banjir bandang setinggi 2,5 meter. Tak ada korban jiwa, hanya tercatat 11 rumah rusak dan hanyut.

Kepala Desa Gunung Kembang Darmansyah di Lahat Selasa (30/1) mengatakan, banjir bandang menyebabkan empat rumah roboh dan satu hanyut. Enam bangunan rusak berat, termasuk Balai Desa Gunung Kembang.

Warga kemarin mulai bekerja bakti menyingkirkan puing-puing rumah serta membuat dapur umum di pinggir jalan. Warga yang rumahnya roboh terpaksa menumpang di rumah saudara atau rumah tetangga yang utuh.

Luapan Sungai Komering, Sungai Macak, dan Sungai Belitang membanjiri ribuan hektar sawah di Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, salah satu sentra produsen padi di Sumsel. Sekitar 1.187 hektar sawah terendam, dengan tinggi hampir setengah meter.

Banjir juga menggenangi 548 hektar sawah di Kecamatan Lempuing, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dengan ketinggian air mencapai setengah meter.

Sebagian wilayah Kota Jambi dan kawasan permukiman di bantaran sungai di Kabupaten Sarolangun dan Tebo. Banjir akibat luapan Sungai Tembesi dan sejumlah anak Sungai Batanghari. Tingginya luapan Sungai Tembesi mengakibatkan Jembatan Gantung Baung di Kabupaten Sarolangun ambrol.

Darmansyah memperkirakan kerugian warga Desa Gunung Kembang mencapai ratusan juta rupiah karena warga tidak sempat menyelamatkan harta benda mereka. Ratusan ekor ayam dan belasan ekor kambing hanyut.

Kerebo, petani Kampung Sawah, Kecamatan Martapura, OKU Timur, mengaku tanaman padinya berumur 2,5 bulan hancur akibat terendam sejak Jumat (26/1). Air belum juga surut. Untuk satu hektar sawah yang rusak, dia rugi modal tanam Rp 2 juta. Ditambah lagi kebun kacang dan ubi yang siap panen juga rusak.

"Saya pening karena modal tanam sudah habis. Hampir setiap tahun tanaman padi gagal tanam karena banjir selalu datang pas masa tanam," kata Kerebo.

Jalinteng putus

Jalan lintas tengah (jalinteng) di Kabupaten Lahat yang putus kini makin parah akibat longsor di Desa Sukarami Kecamatan Gumay Talang. Longsor terjadi di badan jalan sepanjang sekitar 10 meter dan lebar 2 meter, dengan kedalaman 2 meter.

Kendaraan berat dari Lahat ke Lubuk Linggau dialihkan ke jalur alternatif Pagar Alam-Tebing Tinggi, sebaliknya kendaraan dari Lubuk Linggau dialihkan melalui Tebing Tinggi-Pagar Alam. Longsor terjadi Senin lalu.

Data di Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Lahat menyebutkan, jembatan Desa Lubuk Atung rusak berat. Di Desa Muara Cawang, Kecamatan Pseksu, longsor sepanjang 250 m dan kerusakan beronjong pencegah banjir sepanjang 50 m. Di Desa Lubuk Tuba, Kecamatan Pseksu, satu jembatan gantung rusak.

Kepala Subdinas Bina Program Dinas PU Bina Marga Sumsel M Yusuf Usman menambahkan, pada jalinteng ruas Lahat-Tebing Tinggi-Lubuk Linggau ada 11 jembatan tua yang sudah harus diganti. Jembatan dengan konstruksi Calender Hamilton (CH) ini dibangun tahun 1970-an. Secara teknis, kata Yusuf, usia jembatan CH berkisar 20 tahunan. Persoalannya kendaraan yang lewat terkadang melebihi kapasitas jembatan.

"Kendaraan malah berebut masuk jembatan. Parahnya lagi ketika di atas jembatan ada sopir berhenti dan mengobrol dengan sopir lain jadi kendaraan berat bertumpuk di atas jembatan," ujar Yusuf.

Kerinci terisolasi

Hari ketiga pascalongsor akses Jalan Bangko-Kerinci kilometer 85, Kabupaten Kerinci, masih terputus. Longsor terjadi pada lebih dari 25 titik, sepanjang 10 kilometer, di jalur utama Kota Jambi-Kota Bangko, ke Kerinci.

Kemarin siang pembersihan longsoran tebing di satu sisi jalan belum selesai. Sementara itu, hujan masih kerap mengguyur.

Kendaraan ke Kerinci antre menunggu pembersihan jalan selesai. Meski ada jalan alternatif lewat Solok, Sumatera Barat, pengendara enggan karena jaraknya dua kali lipat, menjadi sekitar 600 kilometer. (wad/ITA/LKT/zul

geografis musi rawas

kabupaten Musi Rawas atau Musirawas adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Selatan, Indonesia. Jumlah penduduknya pada tahun 2003 adalah 454.142 jiwa. Luasnya adalah 12.365,83 km² dan kepadatan penduduknya adalah 36,73 jiwa/km²;.

[sunting] Pembagian administratif

Kabupaten ini dibagi kepada 21 kecamatan. Ibukotanya saat ini berada di desa Muara Beliti Baru di kecamatan Muara Beliti, namun sebelum 2004 ibukotanya berada di kota Lubuklinggau.

1. STL Ulu Terawas
2. BTS Ulu
3. Jayaloka
4. Karang Dapo
5. Karang Jaya
6. Megang Sakti
7. Muara Beliti
8. Muara Kelingi
9. Muara Lakitan
10. Muara Rupit
11. Nibung
12. Purwodadi
13. Rawas Ilir
14. Rawas Ulu
15. Selangit
16. Tugumulyo
17. Ulu Rawas
18. Tiang Pumpung Kepungut
19. Tuah Negeri
20. Sumber Harta
21. Suka Karya


Sumber : http://id.wikipedia.org

linggau pos

Linggau Pos adalah sebuah surat kabar harian daerah yang terbit di Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Surat kabar ini juga berada di bawah naungan Jawa Pos News Network (JPNN). Didirikan H Suparno Wonokromo, yang mengepalai beberapa surat kabar di bawah naungan Jawa Pos wilayah Sumbagsel (Lampung, Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu).

Koran ini terbit pertama tanggal 12 Februari 2001, dengan jumlah delapan halaman hitam putih, dengan sistem cetak jarak jauh di Bengkulu (harian Rakyat Bengkulu). Kemudian pindah cetak ke Palembang (harian Sumatera Ekspres) karena menjadi berwarna.

Seiringan perkembangannya, dimana oplah semakin bertambah sejak 2005, Linggau Pos mulai mencetak sendiri di Lubuklinggau (PT Linggau Intermedia), bersamaan dengan didirikannya Graha Pena Linggau Pos, sebagai pusat keredaksian.



sumber: http://id.wikipedia.org

lowongan kerja

PD.BPR BANK PASAR KULON PROGO

Dibutuhkan Karyawan Kontrak dengan Kualifikasi :
Pria Atau Wanita
Pendidikan Minimal D3
Menguasai Spesialis Jaringan Komputer
Bersedia Lembur
Bagi Yang berminat segera Kirim Lamaran Kerja langsung ke: JALA ( Jaringan Alumni AMikom ) Gd.Depan ( Lama ) Lantai 2 Ruang 1 Amikom ,Jl.Ring road utara Concat Depok Sleman. Phone : 0274-7477383
Paling Lambat Hari Jumat tanggal 28 Desember 2007
Sumber:
http://alumniamikom .org/index. php?x1=blank&x2=blank&x9=detail.lowongan&low_id=632

Lowongan Editor Tetap


Mohon disebarluaskan untuk teman, saudara, atau siapa pun yang berminat.
Galangpress, kelompok penerbit buku di Jogja, membutuhkan editor tetap
dengan kualifikasi:
1. Pria/Wanita
2. Usia maksimal 30 tahun
3. Pendidikan S1 semua jurusan
4. Mampu berkomunikasi (lisan/tertulis) dengan baik dalam bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris
5. Berpengalaman dalam dunia tulis-menulis
6. Berorientasi pada kualitas dan target waktu
7. Sanggup bekerja dalam tekanan
8. Memiliki kemampuan adaptasi tinggi (siap mengerjakan tema apa pun)
Paling lambat 31 Desember 2007, kirimkan lamaran dan CV lengkap ke alamat:
Manajer HRD Galangpress Group
Jl Anggrek 3/34 Baciro Baru
Yogyakarta 55225
sumber http://amikom. info/lowongan- editor-tetap/